Hadits tentang Talqin diterima para ulama. Al-Hafizh
Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata
dalam kitab Talkhish
al-Habir :
“Sanadnya shalih (baik). Dikuatkan Imam Dhiya’uddin dalam
kitab Ahkam-nya”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani menyebutkan lima riwayat
lain yang semakna dengan hadits ini sehingga membuatnya menjadi riwayat yang
kuat.
Pendapat Ahli Hadits Imam Ibnu ash-Sholah (643H/1161M – 643H/1245M):
Syekh Abu ‘Amr bin ash-Sholah ditanya tentang talqin, ia
menjawab: “Talqin yang kami pilih dan yang kami amalkan, telah diriwayatkan
kepada kami satu hadits dari hadits Abu Umamah, sanadnya tidak tegak/tidak
kuat. Akan tetapi didukung hadits-hadits lain yang semakna dengannya dan dengan
amalan penduduk negeri Syam sejak zaman dahulu.
Pendapat Imam Ibnu al-‘Arabi (468H/1078M – 543H/1148M):
Ibnu al-‘Arabi berkata dalam kitab al-Masalik:
“Apabila mayat dimasukkan ke dalam kubur, dianjurkan agar di-talqin-kan pada
saat itu. Ini adalah perbuatan penduduk Madinah dan orang- orang shaleh
pilihan, karena sesuai dengan firman Allah Swt:
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu
bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (Qs. adz-Dzariyat [51]: 55). Seorang
hamba sangat butuh untuk diingatkan kepada Allah ketika ditanya malaikat.
Para ulama mazhab Syafii menganjurkan talqin mayat setelah
dikuburkan, ada seseorang yang duduk di sisi kubur bagian kepala dan berkata:
“Wahai fulan bin fulan, wahai hamba Allah anak dari hamba Allah, ingatlah
perjanjian yang engkau keluar dari dunia dengannya, kesaksian tiada tuhan
selain Allah, hanya Dia saja, tiada sekutu baginya, sesungguhnya Muhammad
adalah hamba-Nya dan rasul-Nya, sesungguhnya surga itu benar, sesungguhnya
neraka itu benar, sesungguhnya hari berbangkit itu benar, sesungguhnya hari
kiamat itu akan datang, tiada keraguan baginya, sesungguhnya Allah membangkitkan
orang yang di kubur, sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan, Islam
sebagai agama, Muhammad sebagai nabi, al-Qur’an sebagai imam, Ka’bah sebagai
kiblat, orang-orang beriman sebagai saudara”. Syekh Nashr menambahkan: “Tuhanku
Allah, tiada tuhan selain Dia, kepada-Nya aku bertawakkal, Dialah Pemilik ‘Arsy
yang agung”. Talqin ini dianjurkan menurut mereka, diantara yang menyebutkan
secara nash bahwa talqin itu dianjurkan adalah al-Qadhi Husein, al-Mutawalli,
Syekh Nashr al- Maqdisi, ar-Rafi’i dan selain mereka.
Dianjurkan berdiam diri sejenak di sisi kubur
setelah pemakaman, berdoa untuk mayat dan memohonkan ampunan untuknya, demikian
disebutkan Imam Syafi’i secara nash,
disepakati oleh para ulama mazhab Syafi’i, mereka berkata: dianjurkan
membacakan beberapa bagian al- Qur’an, jika mengkhatamkan al-Qur’an, maka
afdhal. Sekelompok ulama mazhab Syafi’i berkata: dianjurkan supaya ditalqinkan.
Pendapat Imam Ibnu Taimiah
(661H/1263M – 728H/1328M):
Talqin yang disebutkan ini telah
diriwayatkan dari sekelompok shahabat bahwa mereka memerintahkannya, seperti
Abu Umamah al-Bahili dan lainnya, diriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw, akan
tetapi tidak dapat dihukum shahih, tidak banyak shahabat yang melakukannya,
oleh sebab itu Imam Ahmad dan ulama lainnya berkata: “ Talqin ini boleh
dilakukan, mereka memberikan rukhshah (dispensasi keringanan), mereka tidak
memerintahkannya. Dianjurkan oleh sekelompok ulama mazhab Syafi’i dah Hanbali,
dimakruhkan sekelompok ulama dari kalangan mazhab Maliki dan lainnya.
Pendapat Syekh Abdullah bin
Muhammad ash-Shiddiq al-Ghumari (1328H/1910M – 1413H/1992M)11:
Sesungguhnya talqin telah
dilaksanakan di negeri Syam sejak zaman Imam Ahmad bin Hanbal dan lama
sebelumnya, juga di Cordova (Spanyol) dan sekitarnya kira-kira abad ke lima dan
setelahnya hingga sekitar Andalusia. Beberapa ulama dari kalangan Mazhab Maliki,
Syafi’i dan Hanbali membolehkannya. Hadits riwayat Abu Umamah adalah hadits
dha’if, akan tetapi al- Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Talkhish
al-Habir: sanadnya shahih.
Pendapat Syekh ‘Athiyyah Shaqar
Mufti Al-Azhar (1914 – 2006M)13:
Talqin tidak memudharatkan bagi
orang yang masih hidup dan orang yang sudah wafat, bahkan memberikan manfaat
bagi orang yang masih hidup, sebagai peringatan dan pelajaran, maka tidak ada
larangan membacakan talqin untuk mayat.
Jika menerima perbedaan dengan
sikap berlapang dada, tentulah pendapat para ulama di atas sudah cukup. Tapi
jika yang dibangkitkan adalah semangat fanatisme golongan, seribu dalil tak
pernah cukup untuk memuaskan hawa nafsu.
(sumber: 37 MASALAH POPULER, H. Abdul Somad, Lc,. MA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar