Kebenaran akan membawa pada kemuliaan
dan kesalahan (kebathilan) akan menggiring pada kehinaan. Manusia akan
dipandang mulia apabila melakukan perbuatan-perbuatan yang benar, sebaliknya
manusia akan dipandang hina apabila melakukan hal-hal yang salah. Manusia
dengan akal gharizinya mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah,
ketika dalam diri manusia muncul dorongan-dorongan hawa nafsu maka manusia bisa
mengetahui bagaimana cara yang benar dalam memenuhi dorongan hawa nafsunya
tersebut. Apabila manusia mengikuti dorongan hawa nafsunya tanpa berpikir
terlebih dahulu apakah cara yang dia tempuh itu benar atau salah maka tentu
saja perilaku manusia akan menyamai binatang. Pada binatang adalah hal wajar
dan normal apabila mengikuti hawa nafsunya dan berbuat sesuai kebiasaannya.
Sedangkan pada manusia akan menjadi tidak wajar dan tidak normal apabila
mengikuti hawa nafsunya dengan cara yang salah. Maka pada saat itulah manusia dikatakan menjadi
hina.
Contoh ketika manusia lapar, benarnya manusia adalah memenuhi dorongan
lapar itu dengan cara memakan makanan yang merupakan miliknya, bila dia memakan
makanan yang bukan haknya berarti dia mencuri dan itu adalah salah maka hinalah
dia ketika itu.
Contoh lain misalnya apabila
seseorang (manusia) merasakan dorongan hawa nafsu syahwat kepada lawan jenis.
Dia akan menjadi hina apabila menyalurkan hawa nafsunya itu kepada istri/ suami
orang lain, atau kepada anak kandungnya, atau kepada anak kandung orang lain
atau bahkan kepada binatang sekali pun. Nah, lain lagi kalau binatang, karena
dia tidak memiliki akal gharizi maka bagi binatang tidak berlaku benar dan
salah tidak berlaku mulia dan hina, sekali pun binatang melampiaskan hawa nafsu
syahwatnya pada lawan jenis nya seenaknya ganti,melakukan dimana saja dengan
siapa saja maka bagi binatang itu bukan kehinaan,bagi binatang itu adalah
kebiasaanya, normal dan wajar. Tapi apabila manusia berperilaku seperti
binatang maka bisa dikatakan bahwa manusia lebih rendah dari binatang, itu
adalah kehinaan bagi manusia.
Bagaikan dua buah Mobil dikemudiakan
dua orang sopir yang berbeda yang melaju di jalan menurun, mobil A ada remya dan Mobil B tidak ada remnya, pada
saat di ujung jalan ada sebuah tembok
dan kedua mobil tersebut sama-sama menabrak tembok sehingga temboknya
rusak begitupun dengan bagian depan mobilnya maka pertanyaannya: mana sopir
yang lebih rendah derajatnya? Tentu jawabannya adalah Sopir mobil A (yang ada
remnya) memiliki derajat lebih rendah dari Sopir mobil B (yang tanpa rem). Mobil
yang tidak ada remnya wajar saja menabrak tembok. Lalu kenapa mobil yang ada
remnya koq menabrak tembok juga? Berarti remnya tidak dipakai,dengan sengaja
sopir tidak menginjak remnya, atau dengan sengaja mau mencelakakan dirinya
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar